Sabtu, 21 Juli 2018

OTONOMI DAERAH 2



A. PEMANFAATAN SDA
Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada kelompok masyarakat yang paling bawah, dengan memperhatikan ciri khas budaya dan lingkungan setempat, sehingga kebijakan publik dapat lebih diterima dan produktif dalam memenuhi kebutuhan serta rasa keadilan masyarakat akar rumput, itulah idealnya aktualisasi dari otonomi daerah. Sebagaimana UU No.22/1999 tentang Daerah, yang lebih popular disebut UU Otonomi Daerah/Otda pada tahun 2001, dan telah diperbaharui dengan UU No.32/2004. UU ini merupakan tonggak baru dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah (UUPD) menjadi salah satu landasan yang mengatur tentang pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintahan dari tingkat provinsi hingga kota/kabupaten diharapkan dapat melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhan rakyatnya. Kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur kegiatan ekonomi daerah dan pengelolaan sumber daya alam terus dilakukan perbaikan. Hingga sekarang kebijakan otonomi daerah memiliki pengaruh yang baik dalam perkembangan daerah di Indonesia. Daerah-daerah di Indonesia terus berkembang dan memiliki kemandirian dalam pengembangan potensi daerah.
UU Otonomi Daerah ini terlahir dari pandangan bahwa negara Indonesia (NKRI) yang mempunyai wilayah (kepulauan) sangat luas, lautan lebih luas dari daratan. Mustahil dikelola dengan baik melalui system pemerintahan yang sentralistik. Karena itu, diperlukan desentralisasi kekuasaan.
Dengan desentralisasi, diharapkan jarak antara rakyat dengan pembuat kebijakan menjadi lebih dekat, baik secara politik maupun geografis, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan akan sesuai dengan hajat hidup rakyat. Artinya, pemerintah daerah yang pastinya lebih mengetahui kelemahan dan keunggulan daerahnya, baik dari sisi SDM dan SDA, dan pemerintah pusat diharapkan dapat membuat kebijakan-kebijakan yang lebih efektif guna memakmurkan masyarakat.
UU Otonomi Daerah ini, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan daerahnya secara lebih efektif, efisien dan partisipatif.
Pemerintah daerah harus berperan dengan aktif agar sasaran dari otonomi daerah dapat tercapai dengan baik. Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa ”bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Negara memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya alam dan mempergunakan untuk kemakmuran rakyat. Sumber daya alam yang baik tanpa di dukung oleh pengelolaan yang baik tentunya akan tidak maksimal. Kewenangan dalam otonomi daerah harus dipertajam agar tepat “di jantung” sasaran yang dituju. Kita berharap otonomi daerah tidak disalahgunakan dalam kewenangannya. Otonomi tanpa ada alur yang mengatur tentunya akan oleng ditengah jalan. Disinilah dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak agar hal ini dapat dilaksanakan dengan baik. Diantaranya masyarakat dan pemerintah daerah itu sendiri. Pemerintah daerah harus bersikap tranparan kepada masyarakat, begitu pula sebaliknya agar kebutuhan dari daerah tersebut dapat terwujudkan. Kebijakan pemerintah di tingkat provinsi harus mendukung sepenuhnya dalam pengelolaan sumber daya alam agar dimanfaatan untuk masyarakat sesuai dengan kebutuhan.
Pemerintah provinsi harus memahami hal ini. Pemerintah daerah harus berbenah agar pemanfaatan sumber daya alam dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.  Dengan pengelolaan sumber daya alam yang baik tentunya ini akan menciptakan lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan yang memadai tentunya akan mengurangi pengangguran, berkurangnya pengangguran tentunya akan mengurangi permasalahan sosial. Jika masyarakatnya sudah produktif maka percepatan pembangunan menuju kemandirian akan lebih mudah untuk dilakukan. Pemerintah daerah harus membimbing masyarakat dan memberikan program pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia.

B. PENDISTRIBUSIAN DARI SDA, TERKAIT DENGAN UUD NO.25 TAHUN 1999
Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada kelompok masyarakat yang paling bawah, dengan memperhatikan ciri khas budaya dan lingkungan setempat, sehingga kebijakan publik dapat lebih diterima dan produktif dalam memenuhi kebutuhan serta rasa keadilan masyarakat akar rumput, itulah idealnya aktualisasi dari otonomi daerah.
Sebagaimana UU No.22/1999 tentang Daerah, yang lebih popular disebut UU Otonomi Daerah/Otda pada tahun 2001, dan telah diperbaharui dengan UU No.32/2004. UU ini merupakan tonggak baru dalam sistem pemerintahan Indonesia.Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah (UUPD) menjadi salah satu landasan yang mengatur tentang pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintahan dari tingkat provinsi hingga kota/kabupaten diharapkan dapat melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhan rakyatnya. Kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur kegiatan ekonomi daerah dan pengelolaan sumber daya alam terus dilakukan perbaikan. Hingga sekarang kebijakan otonomi daerah memiliki pengaruh yang baik dalam perkembangan daerah di Indonesia. Daerah-daerah di Indonesia terus berkembang dan memiliki kemandirian dalam pengembangan potensi daerah.
UU Ototnomi Daerah ini terlahir dari pandangan bahwa negara Indonesia (NKRI) yang mempunyai wilayah (kepulauan) sangat luas, lautan lebih luas dari daratan. Mustahil dikelola dengan baik melalui system pemerintahan yang sentralistik. Karena itu, diperlukan desentralisasi kekuasaan.
Dengan desentralisasi, diharapkan jarak antara rakyat dengan pembuat kebijakan menjadi lebih dekat, baik secara politik maupun geografis, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan akan sesuai dengan hajat hidup rakyat. Artinya, pemerintah daerah yang pastinya lebih mengetahui kelemahan dan keunggulan daerahnya, baik dari sisi SDM dan SDA, dan pemerintah pusat diharapkan dapat membuat kebijakan-kebijakan yang lebih efektif guna memakmurkan masyarakat.
UU Otonomi Daerah ini, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan daerahnya secara lebih efektif, efisien dan partisipatif.
Pemerintah daerah harus berperan dengan aktif agar sasaran dari otonomi daerah dapat tercapai dengan baik. Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Negara memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya alam dan mempergunakan untuk kemakmuran rakyat. Sumber daya alam yang baik tanpa di dukung oleh pengelolaan yang baik tentunya akan tidak maksimal. Kewenangan dalam otonomi daerah harus dipertajam agar tepat “di jantung” sasaran yang dituju. Kita berharap otonomi daerah tidak disalahgunakan dalam kewenangannya. Otonomi tanpa ada alur yang mengatur tentunya akan oleng ditengah jalan. Disinilah dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak agar hal ini dapat dilaksanakan dengan baik. Diantaranya masyarakat dan pemerintah daerah itu sendiri. Pemerintah daerah harus bersikap tranparan kepada masyarakat, begitu pula sebaliknya agar kebutuhan dari daerah tersebut dapat terwujudkan. Kebijakan pemerintah di tingkat provinsi harus mendukung sepenuhnya dalam pengelolaan sumber daya alam agar dimanfaatan untuk masyarakat sesuai dengan kebutuhan.
Pendistribusian Hasil SDA dan Kaitannya Dengan UU No. 25 Tahun 1999
1.    Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan, dan pembangunan untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.    Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan melalui otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan pembangunan.
3.    Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, untuk itu diperlukan keikutsertaan masyarakat, keterbukaan, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat.
4.    Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber- sumber pembiayaan berdasarkan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur bedasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan.
5.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang Perimbangan Keuangan Antara Negara Dengan Daerah-daerah Yang Berhak Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan serta adanya kebutuhan dan aspirasi masyarakat dalam mendukung otonomi daerah maka perlu ditetapkan Undang-Undang yang mengatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dana Perimbangan Pasal 6 :
1. Dana Perimbangan
a.  Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam.
b.  Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus
2. Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan imbangan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 90% (sembilan puluh persen) untuk Daerah.
3. Penerimaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dibagi dengan imbangan 20% (dua. puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.
4. 10% (sepuluh persen) penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan 20% (dua puluh persen penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibagikan kepada seluruh Kabupaten dan Kota.
5. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 80% (delapan puluh persen) untuk Daerah.
6. Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbang sebagai berikut :
a.) Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85% (delapan puluh lima persen) untuk Pemerintah Pusat dan 15% (lima belas persen) untuk Daerah.
b.) Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70% (tujuh puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 30% (tiga puluh persen) untuk Daerah.



https://sabilafatimah.wordpress.com/2017/07/15/otonomi-daerah-1-2/
http://radenrhyt.blogspot.com/2017/07/pemanfaatan-sda-pendistribusian-sda-dan.html



OTONOMI DAERAH 1



A. OTONOMI DAERAH

1.  PENGERTIAN, PRINSIP DAN TUJUAN OTONOMI DAERAH
Pengertian Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
·         Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
·         Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
·         Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
·         Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
·         Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
·         Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
·         Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.

2.  TUJUAN OTONOMI DAERAH
·         mencegah pemusatan kekuasaan.
·         terciptanya pemerintahan yang efesien.
·         partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Tujuan utama otonomi daerah adalah :

·         kesetaraan politik ( political equality ).
·         Tanggung jawab daerah ( local accountability ).
·         Kesadaran daerah ( local responsiveness )
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang terkandung dalam konsep otonomi, maka Sarundajang (2002) juga menegaskan tujuan pemberian otonomi kepada daerah meliputi 4 aspek sebagai berikut :
·         Dari segi politik adalah mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijakan nasional;
·         Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan;
·         Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya pemberdayaan masyarakat untuk mandiri;
·         Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat.

3.  PRINSIP OTONOMI DAERAH
·         untuk terciptanya efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
·         sebagai sarana pendidikan politik.
·         sebagai persiapan karier politik.
·         stabilitas politik.
·         kesetaraan politik.
·         akuntabilitas politik.

B.  IMPLEMENTASI ATAU KEBERHASILAN DARI OTONOMI DAERAH
Untuk mengetahui apakah suatu daerah otonom mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, Syamsi (1986: 199) menegaskan beberapa ukuran sebagai berikut:
·         Kemampuan struktural organisasi
Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah dan ragam unit cukup mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup jelas.
·         Kemampuan aparatur pemerintah daerah
Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Keahlian, moral, disiplin dan kejujuran saling menunjang tercapainya tujuan yang diinginkan.
·         Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat
Pemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar memiliki kemauan untuk berperan serta dalam kegiatan pembangunan.

·         Kemampuan keuangan daerah
Pemerintah daerah harus mampu membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara keseluruhan sebagai wujud pelaksanaan, pengaturan dan pengurusan rumah tangganya sendiri. Sumber-sumber dana antara lain berasal dari PAD atau sebagian dari subsidi pemerintah pusat.
Keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi dapat dilihat dari beberapa hal yang mempengaruhi (Kaho, 1998), yaitu faktor manusia, faktor keuangan, faktor peralatan, serta faktor organisasi dan manajerial. Pertama, manusia adalah faktor yang esensial dalam penyelenggaraan pemerintah daerah karena merupakan subyek dalam setiap aktivitas pemerintahan, serta sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Kedua, keuangan yang merupakan bahasan pada lingkup penulisan ini sebagai faktor penting dalam melihat derajat kemandirian suatu daerah otonom untuk dapat mengukur, mengurus dan membiayai urusan rumah tangganya. Ketiga, peralatan adalah setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar kegiatan pemerintah daerah. Keempat, untuk melaksanakan otonomi daerah dengan baik maka diperlukan organisasi dan pola manajemen yang baik.
Kaho (1998) menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan otonomi daerah ialah manusia sebagai pelaksana yang baik. Manusia ialah faktor yang paling esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek harus baik pula. Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila manusia sebagai subyek sudah baik pula.
Selanjutnya, faktor yang kedua ialah kemampuan keuangan daerah yang dapat mendukung pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Mamesah mengutip pendapat Manulang (1995: 23) yang menyebutkan bahwa dalam kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Semakin baik keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara tersebut. Sebaliknya kalau kondisi keuangan negara buruk, maka pemerintah akan menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang telah diberikan kepadanya.
Faktor ketiga ialah anggaran, sebagai alat utama pada pengendalian keuangan daerah, sehingga rencana anggaran yang dihadapkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus tepat dalam bentuk dan susunannya. Anggaran berisi rancangan yang dibuat berdasarkan keahlian dengan pandangan ke muka yang bijaksana, karena itu untuk menciptakan pemerintah daerah yang baik untuk melaksanakan otonomi daerah, maka mutlak diperlukan anggaran yang baik pula.
Faktor peralatan yang cukup dan memadai, yaitu setiap alat yang dapat digunakan untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik akan mempengaruhi kegiatan pemerintah daerah untuk mencapai tujuannya, seperti alat-alat kantor, transportasi, alat komunikasi dan lain-lain. Namun demikian, peralatan yang memadai tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki daerah, serta kecakapan dari aparat yang menggunakannya.
Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam struktur organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta pejabat, tugas dan wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha kerjasama, sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Mengenai arti penting dari manajemen terhadap penciptaan suatu pemerintahan yang baik, mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa baik atau tidaknya manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang bersangkutan, khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak sebagai manajer daerah.


 https://sabilafatimah.wordpress.com/2017/07/15/otonomi-daerah-1-2/